A fifth-semester Information Systems student at Universitas Internasional Batam, specializing in Visual Communication Design with interests in UI/UX, graphic design, and multimedia projects. I am excited to contribute and develop my skills while growing with your team.

Refleksi Seorang Gamer Indonesia terhadap Isu Sosial dalam Video Game

4 jam lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content
video game
Iklan

**

Ketika Game Tak Lagi Sekadar Hiburan

Dulu, video game sering dianggap sekadar hiburan ringan untuk melepas penat. Namun, seiring perkembangan teknologi dan narasi interaktif, game kini menjadi media yang kuat untuk menyampaikan pesan politik, ideologi, hingga isu sosial. Melalui gameplay, dialog, dan dunia yang dibangun, para pengembang mampu mengajak pemain berpikir kritis tentang kondisi masyarakat dan moralitas manusia.

Beberapa game bahkan lebih berani mengangkat tema seperti perang, ketidakadilan, hingga konflik kelas sosial untuk menantang cara pandang pemain terhadap dunia nyata

Politik dan Ideologi dalam Dunia Game

Salah satu contoh paling jelas adalah Papers, Please (2013) karya Lucas Pope. Pemain berperan sebagai petugas imigrasi di negara fiksi totaliter, Arstotzka. Setiap keputusan dalam memeriksa paspor tidak hanya menentukan kelangsungan hidup karakter utama, tetapi juga merefleksikan dilema etis dalam sistem pemerintahan yang otoriter. Game ini mengajarkan bagaimana kekuasaan dapat menekan moralitas individu.

Game lain seperti This War of Mine juga memperlihatkan sisi lain dari peperangan bukan dari sudut pandang tentara, tetapi warga sipil yang berjuang bertahan hidup. Pemain dihadapkan pada keputusan sulit: menyelamatkan orang lain atau diri sendiri. Di sinilah ideologi kemanusiaan diuji melalui simulasi digital.

Gerakan Sosial dan Kesetaraan

Isu gender, diskriminasi, dan hak minoritas juga semakin sering muncul dalam game modern. Life is Strange misalnya, mengajak pemain menyelami perjalanan emosional remaja perempuan dalam menghadapi trauma, tekanan sosial, dan pencarian jati diri. Sementara itu, Detroit: Become Human membahas diskriminasi terhadap android sebuah metafora untuk perjuangan kesetaraan manusia di dunia nyata.

Melalui karakter-karakter ini, video game menjadi ruang aman untuk memahami empati dan kompleksitas sosial, tanpa harus benar-benar terjun ke dalam situasi nyata yang keras.

Refleksi terhadap Nilai-Nilai Indonesia

Sebagai warga Indonesia, kita memiliki nilai-nilai seperti gotong royong, keadilan sosial, dan kemanusiaan yang adil dan beradab. Nilai-nilai tersebut sejalan dengan banyak pesan moral dalam video game yang menyoroti solidaritas, empati, dan tanggung jawab.

Namun, tidak semua game cocok dikonsumsi tanpa batas. Beberapa judul mengandung kekerasan ekstrem, propaganda politik, atau konten yang bertentangan dengan norma budaya Indonesia. Karena itu, gamer Indonesia perlu bijak memilih game bukan hanya karena rating usia, tetapi juga karena pengaruhnya terhadap cara berpikir dan bersikap.

Verdict: Bermain dengan Kesadaran

Sebagai gamer, saya berpendapat bahwa video game tidak seharusnya dihindari sepenuhnya, tetapi dimainkan dengan kesadaran dan refleksi. Sama seperti film atau buku, game adalah medium ekspresi budaya dan ideologi. Yang penting bukan sekadar “apa yang dimainkan”, tetapi “bagaimana kita memaknainya”.

Game bisa menjadi sarana belajar, memahami realitas sosial, dan melatih empati selama kita tetap berpikir kritis dan berpegang pada nilai-nilai kemanusiaan serta kebangsaan.

Penutup

Video game telah melampaui batas hiburan menjadi wadah narasi sosial dan politik yang berpengaruh. Melalui interaksi pemain, pesan yang disampaikan justru terasa lebih kuat daripada sekadar tontonan pasif.
Sebagai bangsa dengan budaya yang kaya, kita perlu melihat game bukan sebagai ancaman moral, melainkan sebagai cermin nilai dan alat pembelajaran modern selama dimainkan dengan kebijaksanaan dan kesadaran.

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler